Menyelamatkan Orangutan

Image

Seekor orangutan sumatera (Pongo abelii) menikmati rotan di stasiun reintroduksi orangutan Frankfurt Zoological Society di Kabupaten Tebo, Jambi, Juli lalu. Setelah menjalani reintroduksi, orangutan akan dilepas kembali ke habitat aslinya di Taman Nasional Bukit Tigapuluh.

Setelah pemasangan alat pemancar pada tengkuk, delapan orangutan sumatera akhirnya dilepas ke Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Pelepasan tersebut untuk menjaga kelangsungan hidup satwa liar yang dilindungi tersebut dari ancaman kepunahan.

Sakdiyah, orangutan (Pongo abelii) betina, kini berusia tujuh tahun. Petugas mendapatinya sebagai korban peliharaan penduduk di Blangkejeren, Aceh. Setelah diselamatkan petugas dari kandang besi pemiliknya, Sakdiyah menjalani perjalanan darat selama dua malam pada Juni 2010 menuju pusat reintroduksi orangutan di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT).

Setelah itu, Sakdiyah mengikuti rangkaian pelajaran beradaptasi hidup dalam hutan, seperti mencari makan sendiri dan memanfaatkan sumber makanan yang tersedia di alam. Itu diberikan agar kelak ia dapat hidup secara mandiri di dalam hutan.

Akhir September lalu Sakdiyah bersama tujuh orangutan lainnya menjalani operasi pemasangan transmiter oleh tim dokter hewan Perth Zoo bersama Frankfurt Zoological Society (FZS). Kepingan transmiter itu dipasang di bagian tengkuknya berdiameter 3 sentimeter dan tebal 1 cm. Setelah terpasang, transmiter akan secara otomatis mengirim pesan pada pukul 07.00 hingga 15.00 setiap hari selama dua tahun.

Setelah dokter menyatakan kondisi Sakdiyah dan tujuh ekor orangutan lainnya sehat, mereka pun mulai dilepas secara bertahap ke habitat aslinya di TNBT. Selain mempertimbangkan kondisi kesehatan, pelepasan mereka disesuaikan dengan masa musim buah di dalam hutan yang berlangsung setiap bulan Oktober hingga akhir Maret.

”Dari delapan ekor orangutan, dua ekor di antaranya, yakni Sakdiyah dan Abel, telah dilepasliarkan,” kata Manajer Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera FZS Julius Paolo Siregar, Sabtu (20/11).

Julius melanjutkan, sebanyak dua orangutan lagi rencananya akan dilepasliarkan pada bulan Desember. Sementara itu, empat ekor orangutan lainnya akan dilepasliarkan pada musim buah tahun depan.

”Mengingat usia Sakdiyah yang masih remaja, kami memilih daerah pelepasliaran yang tidak terlalu jauh dari stasiun reintroduksi. Itu karena orangutan remaja memerlukan pengawasan permanen agar petugas dapat terus mengetahui perkembangan kemampuan adaptasinya,” lanjut Julius.

Pelepasan Sakdiyah juga bertujuan sebagai ajang uji coba pemanfaatan transmiter. Para teknisi akan menggunakan alat penerima deteksi transmiter. Bahkan, nantinya para teknisi diharapkan mampu memahami cara mengoperasikan dan memanfaatkan alat penerima pesan, mencari orangutan melalui deteksi sinyal transmiter yang diperoleh, serta menggunakan metode penelusuran untuk mengikuti orangutan yang telah dipasang transmiter.

Selain Sakdiyah, ada pula Abel, orangutan jantan berusia 13 tahun yang dilepasliarkan di daerah Sungai Manggatal bagian hilir. Tempat ini sudah masuk kawasan TNBT.

Abel dimasukkan ke dalam boks transpor dan dipikul oleh sejumlah relawan. Rombongan menempuh perjalanan sekitar 7 kilometer dengan berjalan kaki menuju hutan.

Di dekat lokasi pelepasan Abel, petugas rupanya mendapati dua orangutan sumatera lainnya, yakni Rencong, orangutan jantan berusia 13 tahun, dan Bolo, orangutan betina berusia 10 tahun. Kedua orangutan ini juga termasuk orangutan sitaan yang direhabilitasi dan kemudian dilepasliarkan. Para petugas gembira mendapati keduanya dalam keadaan sehat, yang berarti telah berhasil beradaptasi dalam hutan. Keberadaan mereka juga akan membantu proses adaptasi Abel untuk hidup di dalam hutan.

Jadi tolok ukur

Pemasangan transmiter pada orangutan sumatera merupakan program pertama yang dilakukan di Indonesia. Primate Section Supervisor, Exotic Mammal Perth Zoo Clare Olivia Campbell menjelaskan, teknologi ini sangat menguntungkan dan dapat menjadi tolok ukur kesuksesan program konservasi karena memberikan informasi atas habitat orangutan sumatera yang statusnya kini telah sangat terancam punah.

Sejak program reintroduksi orangutan dimulai pada 2002, sebanyak 136 ekor orangutan korban peliharaan dan perdagangan ilegal telah direhabilitasi, dan 119 ekor di antaranya telah dikembalikan ke habitat aslinya di TNBT. Hutan sekitar TNBT dipilih menjadi lokasi pelepasan orangutan karena lokasinya berada di dataran rendah.

Kondisi ini cocok untuk spesies tersebut, yaitu pada ketinggian maksimal hanya 800 meter. Kawasan ini juga pernah ditinggali banyak orangutan. Sekitar 40 tahun lalu, orangutan lenyap dari kawasan ini akibat maraknya perburuan.

Dengan tidak adanya lagi orangutan dalam hutan ini, para penghuni baru yang sebagian berasal dari wilayah Sumatera Utara dan Aceh itu dapat hidup dan beradaptasi lebih leluasa. Persaingan untuk mendapatkan makanan akan lebih seimbang di antara sesama orangutan.

Saat ini diperkirakan jumlah orangutan tersisa 6.500 ekor di Sumatera dan 45.000 ekor di Kalimantan. Jadi, upaya penyelamatan wajib dilakukan.

 

(Sumber: http://health.kompas.com)

Leave a comment